Pdm. Hiruniko Ruben
Hosea 11
Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Masakan Aku membiarkan engkau seperti Adma, membuat engkau seperti Zeboim? Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak. (Hosea 11:8)
Pernahkah anda amati tingkah anak bayi? Seringkali saya dibuat jengkel sekaligus gemas. Setiap benda apa saja yang ditemukan pasti akan dimasukkan ke mulutnya, tidak perduli apakah itu bersih atau kotor. Seringkali bayi juga merangkak ke tempat-tempat berbahaya, seperti turunan tangga, kamar mandi yang kotor, bahkan halaman. Ironisnya ketika kita panggil bayi itu agar jangan ke tempat berbahaya, semakin dia melangkah menjauh. Seringkali juga anak bayi tidak tahu bahwa mereka berhadapan dengan serangga-serangga berbahaya, dan menganggap itu adalah mainan atau sekedar benda mati. Tetapi bagaimana lagi, begitulah bayi, mereka memang tidak mengerti segala sesuatu dan bahkan belum mengerti kehendak orang tuanya.
Tetapi yang mengherankan adalah sifat umat Allah di jaman nabi Hosea ini masih seperti bayi. Walupun Allah sudah memanggil mereka sejak dahulu kala dari Mesir, tetapi mereka masih belum mengerti kehendak Tuhan Allahnya. Berulang kali Tuhan mengajar dan memimpin langkah mereka, tetapi mereka masih melakukan hal-hal yang najis di mata Tuhan (ayat 2). Meskipun Tuhan sudah memanggil mereka dengan kasih dan kuasanya, mereka tetap menjauh dari Tuhan dan membelakangiNya dengan cara mendua hati menyembah baal (ayat 7). Walaupun Tuhan Allah sudah memperingatkan dan menunjukkan jalan-jalanNya yang benar, mereka tetap melangkah kepada jerat pemberontakan dan keegoisan, sehingga umatNya jatuh menjadi tawanan yang hilang kehormatannya.
Melalui nabi Hosea Allah mengungkapkan rasa kepedihan hatinya akibat umat yang suka melawan. “Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan.” (Hosea 11:4). Walaupun sudah merasakan pemeliharaan Allah, tetapi mereka tetap menolak Tuhan, sehingga mereka harus menerima konsekuensinya.
Walaupun demikian hati Tuhan tetap setia kepada umatNya dan belas kasihanNya bangkit terhadap umatNya. seperti hati bapak kepada anaknya, Dia tidak menolak umatNya walaupun umatNya tidak setia. Pemazmur berkata “seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Mzm 103:13). Bahkan kasih Allah Bapa sempurna dan dibuktikan dengan memberikan anakNya yang tunggal untuk menebus manusia dari dosa-dosanya (Yoh. 3:16).
Oleh karena itu, mari jangan sia-siakan kasih Tuhan. Jika Tuhan sudah demikian mengasihi kita, sebagai anak yang baik kita harus memberikan respon yang tepat dan hidup berkenan kepada Bapa di sorga. Respon kita terhadap kasih Tuhan adalah iman percaya kita, dan iman kita kepada Tuhan harus dimanifestasikan sebagai ibadah yang benar. Paulus berkata dalam Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Mari tinggalkan pemberontakan dan kebebalan dan mulai hidup dalam perkenanan Tuhan.
Biar hati Tuhan bahagia karena hidup anak-anakNya yang berkenan kepadaNya.
Bahan pendalaman:
- Mengapa Tuhan merasa pedih menurut perikop ini?
- Apa yang seharusnya dilakukan anak Tuhan sebagai respon terhadap kasih Tuhan?