Pdm. Hiruniko Ruben
Lukas 14:12-14
Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. (Lukas 14:13)
Take and give. Jika kita memberi, kita akan menerima. Pepatah Jawa berkata: Sapa nandur, ngunduh (siapa menanam, akan memetik buahnya). Sayangnya, tidak sedikit orang menerapkan slogan ini secara tidak tepat. Ketika seseorang memberikan bantuan, misalnya, ia berharap kelak ia menerima balasan yang setimpal. Ada juga orang yang mengadakan pesta dengan dana minim, lalu mengundang orang-orang yang dirasa berduit, berharap sumbangan yang masuk menutupi modal dan berlebih.
Terlebih tidak pantas jika slogan ini menguasai gereja Tuhan. Apa jadinya gereja jika sebagai tubuh Kristus melayani dengan mengharapkan balasan yang setimpal. Melayani dengan mengharapkan PK, atau melayani dengan mengharapkan imbalan berupa materi. Bahkan terkadang dalam gereja pun terlihat motivasi untuk memberi bukan karena ingin memberi, tetapi supaya dapat berkat dari Tuhan. Memberi persembahan bukan sebagai rasa ucapan syukur dan pengakuan kedaulatan Tuhan, tetapi sebagai pancingan agar dapat menerima lebih, tujuh kali, sepuluh kali, bahkan seratus kali lipat.
Even-even gereja diadakan seringkali dilandaskan bukan kepada ketulusan, tetapi ada maksud terselubung di balik itu semua. Acara gereja yang seharusnya dilakukan untuk menjadi kemuliaan nama Tuhan, ditumpangi dengan motif promosi, supaya hamba Tuhan, jemaat tertentu, atau partai tertentu menjadi tenar dan terkenal. Memang terkenal adalah konsekuensi dari sikap hati tulus, karena ketulusan seringkali menjadi komoditas langka dalam generasi akhir jaman ini, tetapi menjadi terkenal hendaknya tidak menjadi tujuan dalam gereja. Biar nama Yesus yang dikenal dan dimuliakan. “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36). Gereja dipanggil untuk menjadi garam dan terang, menjadi berkat bagi sesamanya, menjadi tubuh Kristus yang bergerak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Memberi dengan mengharapkan balasan itu menunjukkan sikap hati yang tidak tulus. Untuk menguji apakah kita tulus saat memberi, Yesus memberi kita perintah: “Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta” (ay. 13). Sungguh terbalik dengan prinsip kita, bukan? Mana ada orang mau rugi? Ya, mereka orang yang tidak akan bisa membalas budi baik kita! Tapi di sinilah sesungguhnya letak kebahagiaan yang dikatakan Yesus. Kebahagiaan karena kemurahan hati kita telah menghadirkan rasa bahagia di hati orang yang menerimanya. Terlebih berbahagia memberi daripada menerima (KPR 20:35)
Allah telah menunjukkan kebaikan-Nya kepada kita, manusia berdosa. Kebaikan-Nya tetap diberikan sekalipun kita tidak layak menerimanya. Sebab itu, sebagai orang yang telah menerima kemurahan hati-Nya, kiranya kita menjalani hidup bukan sekadar dengan prinsip take and give, tetapi lebih digerakkan oleh semangat kemurahan hati yang tidak pernah menuntut balas, karena Tuhan Yesus sudah mengasihi kita dan kita mengasihi Tuhan..
Memberi dengan tulus adalah wujud dari mengasihi Tuhan
Bahan pendalaman:
- Mengapa budaya take and give tidak tepat diterapkan dalam gereja Tuhan?
- Bagaimana seharusnya sikap orang percaya dalam memberi?