“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yohanes 4:23)
Seorang pria yang sedang dalam perjalanan bisnis, sesudah menghadiri kebaktian gereja di dekat hotelnya, Ia berbicara dengan sang pendeta betapa ia merasa diberkati oleh khotbahnya. Namun ia tidak bisa menikmati ibadahnya. Pendeta tersebut kemudian bertanya, “menurut anda apa ada yang salah dengan liturgi Gereja ini, apakah ibadah ini tidak disukai oleh Allah?” Pria itu pun menjawab, “Saya kira tidak ada yang tidak Dia sukai. Saya hanya membicarakan reaksi saya pribadi. Akan tetapi, ibadah bukanlah persoalan mengenai diri saya, bukankah demikian?” Kita berhak memiliki pilihan, dan kita harus memegang teguh keyakinan alkitabiah kita. Akan tetapi, sebelum kita menyampaikan pendapat, kita harus dengan sungguh-sungguh memahami sudut pandang Allah. Gereja terpecah-pecah karena adanya perbedaan tata cara ibadahnya. Gereja yang satu lebih menggunakan cara kebaktian tradisional, sementara yang lain mendorong format yang lebih kontemporer. Apa pun gaya ibadah kita, ketika kita menaikkan pujian kepada Allah atas kebesaran-Nya dan semua yang telah Dia perbuat, kita akan meninggikan Dia dan menguatkan orang lain semuanya itu sangat disukai Allah.
Bangsa Samaria menyembah Tuhan dengan kiblat ke arah gunung Gerizim, sedangkan bangsa Yahudi berkiblat ke arah Yerusalem. Dengan latar belakang inilah Yesus mengungkapkan tentang penyembah yang benar, yaitu dalam roh dan kebenaran, bukan menyembah Allah teritorial. Penyembahan dalam roh dan kebenaran bermaknakan penyembahan yang lahir dari sebuah kerinduan membangun keintiman dengan-Nya, setiap saat dan dimana pun berada ketika kerinduan itu muncul dan didasari dengan pengertian yang benar, yaitu mengerti Tuhan yang benar dan kehendak-Nya melalui perenungan Firman Tuhan maka kita dapat menyembah-Nya dengan khusyuk. Tradisi dan ritual yang dibanggakan manusia tidak menjadi ukuran bagi Tuhan berkenan atas penyembahan kita, karena penyembahan itu urusan hati yang terdalam dan harus dalam pengertian yang benar.[DS]
P1 : Bagaimanakah ciri-ciri penyembah yang benar?
P2 : Apakah penyembahan kita sudah berkenan di hadapan Allah kita?