Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. (Markus 12:43)
Suatu hari seorang petani Kristen berkata kepada isterinya bahwa ia ingin memberikan persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Petani tsb berjanji jika sapi betinanya melahirkan ia akan mempersembahkan anak seekor sapi itu kepada Tuhan. Induk sapi itu melahirkan dua ekor anak sapi. Dia mulai berpikir-pikir anak sapi yang manakah yang akan dipersembahkannya kepada Tuhan. Maka isterinya pun menjawab: “Biarkanlah anak-anak sapi itu bertumbuh lebih besar terlebih dahulu. Setelah mereka cukup besar, barulah akan kuputuskan anak sapi mana yang akan kupersembahkan kepada Tuhan.” Kemudian daerah itu diserang wabah penyakit ternak dan salah satu dari anak sapi milik petani itupun terjangkit penyakit dan mati. Ketika petani itu mendapati bahwa anak sapinya itu mati, ia segera lari menuju rumahnya serta berkata kepada isterinya: “Bu, aku baru saja dari kandang dan kudapati bahwa sapinya Tuhan mati.”; Isterinya pun keheranan dan bertanya: “Apa? Sapinya Tuhan? Bukankah engkau belum memutuskan sapi mana yang hendak kau persembahkan?” Petani itupun menjawab: “Ya, kemarin memang belum kuputuskan, tetapi tadi ketika aku berada di kandang telah kuputuskan bahwa yang mati itu adalah sapinya Tuhan.”; Janda miskin dalam ayat di atas dipakai Tuhan Yesus sebagai contoh sikap yang benar dalam memberikan persembahan. Dalam memberi persembahan itu harus ada unsur “terbaik” artinya apa yang kita miliki yang terbaik selayaknya untuk Tuhan, karena Tuhan sudah memberikan yang terbaik bagi kita terlebih dahulu. Takaran yang “terbaik” tidak berbicara jumlah tetapi kadar prosentase. Walaupun ada banyak orang kaya pada waktu itu memberikan persembahan, namun persembahan janda yang nilainya kecil ini mendapatkan perhatian dari Tuhan karena Tuhan melihat persembahannya itu berdasarkan keikhlasan hati. Orang kaya pada waktu itu memberikan persembahan dalam kadar sedikit jika dibanding dengan apa yang dimilikinya. Memberi persembahan kepada Tuhan bukan berarti bahwa Tuhan itu kekurangan, tetapi sebagai manifestasi kesadaran bahwa semua pencapaian yang kita miliki berasal dari-Nya dan patut kita mempergunakan semuanya untuk kemuliaan-Nya. Jadi belajarlah memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan jangan berikan sisa, karena Dia sudah memberikan yang terbaik bagi kita. [DS]
P1 : seberapa pantaskah kita memberikan persembahan kepada Tuhan?
P2 : Takaran apakah yang dipakai Tuhan untuk mengukur persembahan yang terbaik?