“Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Korintus 9:7)
Melihat berbagai tayangan sinetron kadang-kadang membuat saya geleng-geleng kepala. Dalam cerita sinetron sering sekali dikisahkan dua orang wanita yang memperebutkan seorang pria. Yang satu wanita jahat, yang satu wanita yang baik. Wanita jahat ini digambarkan menggunakan segala cara untuk memaksa pria tersebut menikahinya walaupun pria tersebut tidak menyukainya. Kalau kita renungkan sejenak, ini sebenarnya sangat tidak masuk akal. Bagaimana seseorang dapat bertahan untuk hidup bersama dalam pernikahan yang dipaksakan dengan orang yang tidak menyukai atau mengasihinya?
Demikian juga dengan kekristenan. Kekristenan yang sejati adalah hubungan yang tulus antara Allah dengan umat yang dikasihiNya. Karena itu firman Tuhan mengajarkan kita untuk memberikan persembahan kita tidak dengan sedih hati atau karena paksaan, melainkan dengan sukacita dan sukarela.
Namun pada prakteknya banyak orang Kristen yang merasa bahwa memberikan persembahan adalah sebuah kewajiban terlebih lagi dengan adanya kantong persembahan yang diedarkan setiap minggunya. Apa kata dunia jika kita tidak memasukan sesuatu kedalamnya?
Saya sangat terkesan dengan gereja yang membebaskan jemaatnya untuk mengambil amplop persembahan untuk diisi dan dimasukkan dalam tempat yang sudah disediakan. Namun ini juga perlu kedewasaan dari jemaat bahwa memberikan persembahan adalah bagian dari penyembahan kita kepada Tuhan.
Sahabat NK, marilah kita bertumbuh dewasa dalam memberikan persembahan. Jangan lagi karena kewajiban atau rutinitas melainkan lahir dari hati yang mengasihi Tuhan sehingga kita melakukannya dengan sukacita dan tanpa paksaan karena Tuhan tidak menghendaki sebuah hubungan yang dipaksakan. [WT]
P1: Apakah kita telah memberi seusai dengan kehendak Tuhan?
P2. Sikap seperti apa yang harus anda miliki agar dapat memberi dengan sukacita dan sukarela?