“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu, itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. (I Petrus 1;18-19)
Dalam budaya tertentu di Indonesia, masing-masing memiliki falsafah hidup yang dijunjung tinggi sebagai sebuah kebanggan. Khususnya suku saya Batak ada 3 falsafah hidup yaitu 3H; Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon. Hamoraon itu kekayaan, Hagabeon itu keturunan, Hasangapon itu kemuliaan. Awalnya falsafah ini dibangun oleh leluhur Batak untuk motivasi supaya masyarakat Batak itu mau berpikir maju. Jangan gengsi dengan keadaan. Sehingga masyarakat Batak terkenal dengan budaya kerja keras, apa saja dikerjakan yang penting bisa lulus minimal sarjana. Setelah kuliah, dia mampu bekerja, mandiri, lalu bisa menikah dengan pesta adat yang besar. Selanjutnya dia akan gabe, memiliki keturunan laki- laki dan perempuan, mampu menyekolahkan sampai menikahkan anak-anaknya, punya cucu, cicit, buyut, lalu ketika dia mati, dipestakan lagi dengan pesta adat yang besar selama beberapa hari. Nah, proses hidup seperti itu dipandang sebagai terhormat.
Tak ayal falsafah itu kini berubah dari sebuah motivasi untuk mencapai cita-cita, berubah menjadi ambisi mengejar gengsi atau meninggikan martabat. Tentunya itu sangat bertentangan dengan Firman Tuhan. Harga diri kita tidak ditentukan oleh apa yang kita raih, apa yang kita miliki di dunia, apa yang kita kenakan. Sebagai anak Tuhan, kita sudah lunas ditebus, dibayar dengan darah yang kudus yang tiada bandingan akan nilainya. Pikirkan, kita setinggi itu, semulia itu, setara dengan darah Kristus. Tidak perlu tambahan lain untuk menaikkan harga diri kita. Biarkan dunia mengukur dengan caranya, tapi mari kita tetap bangga dengan diri kita yang sejati. Tidak perlu mencari-cari pujian yang sia-sia dengan pamer-pamer, menuliskan gelar panjang-panjang menempel pada nama, memfoto-foto rumah pribadi atau mobil mewah Anda di medsos. Biarlah Tuhan saja dimuliakan atas apa yang menjadi kelebihan kita. Pribadi Anda jangan diukur dengan apa yang kita pakai, apa jabatan kita, apa gelar kita. Sebaliknya jangan minder atau malu meskipun saat ini kita belum berhasil dalam hidup. Kondisi keuangan yang pas-pasan, pendidikan tidak cukup tinggi. Tetaplah tegak berjalan, bangga dengan kasih Tuhan yang telah dilimpaknNya kepada kita dengan cuma- cuma. [MM]
Perenungan (P1) dan Penerapan (P2)
P1: Bagaimana seharusnya anak Tuhan berpandangan tentang harga diri?
P2: Apakah Anda merasa nyaman naik kendaraan umum ke gedung mewah atau ke gereja?
Bacaan : 1 Tawarikh 24-26