“Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. “ (Titus 2:2)
Overthingking (berpikir berlebihan) adalah issue yang akhir-akhir ini beredar di masyarakat kita. Dengan berbagai informasi dan kecepatan teknologi yang kita miliki maka kita tidak bisa menikmati “hidup“ (keberhasilan ataupun kekecewaan). Semuanya berlalu dengan begitu cepatnya. Ketika kita bahagia karena pencapaian, kita hanya menikmati sesaat dan sudah itu dilupakan dengan target pencapaian berikutnya atau tiba-tiba merasa kecewa karena pencapaian kita tidak terlalu wah dibanding dengan pencapaian “tetangga“ kita di media sosial.
Overthingking bisa menimbulkan masalah baru dalam hidup, misalnya depresi (tertekan) karena membandingkan diri dengan orang-orang yang kita tidak kenal sama sekali dan orang tidak peduli sama sekali tentang kita.
Pada waktu jaman saya kecil (tahun 90-an) saya membandingkan diri saya dengan teman sekelas atau teman-teman di sekolah lainnya. Tetapi anak- anak jaman sekarang membandingkan dirinya dengan para selebritis K-Pop atau influencer muda terkenal. Atau ibu-ibu muda jaman sekarang yang membandingkan dirinya dengan para aktris Hollywood yang wara wiri dengan fashion mewah. Atau para pria muda yang membandingkan dirinya dengan pencapaian para artis muda terkenal berpendapatan milyaran rupiah. Atau para orangtua lainnya yang membandingkan dirinya dengan keluarga selebriti lainnya. Overthingking bisa menimbulkan masalah kesehatan yang tadinya tidak ada menjadi ada. Seperti ketika kita mengalami gejala tubuh yang tidak biasa (sedikit ada rasa sakit), kita langsung membuka internet dan membandingkan (mendiagnosa) gejala tubuh dengan informasi yang ada di internet, kemudian mengambil kesimpulan bahwa kita mempunyai penyakit diabetes, jantung, hepatitis kanker atau lainnya. Di Titus 2:1-10 tentang perikop “Kewajiban orang tua, pemuda dan hamba” dituliskan referensi tepat bagaimana kita berlaku diusia kita, sebagai orang tua, pemuda atau di pekerjaan. Bukannya referensi kita berdasarkan informasi media sosial atau berita-berita dangkal yang hanya ingin mendapatkan tanda “like atau jempol” saja. Hendaklah kita menjadi bijaksana apalagi di saat-saat ini dengan informasi berseliweran di mana-mana. Kembali lagi kepada dasar yang benar jika kita ingin hidup “sehat” sesuai perintah Tuhan. [SE]
Perenungan (P1) dan Penerapan (P2)
P1: Resiko apa yang kita hadapi jika kita menerima informasi/referensi yang salah mengenai cara bersikap atau hidup seusai ajaran Firman?
P2: Bagaimana sikap kita ketika menghadapi informasi “salah“ yang bermunculan?
Bacaan : 2 Raja-Raja 18-20