“Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung.”(Kidung Agung 2:16)
“Wong cilik, mangaaan sisoooo… Wis ‘rapopo, sing penting isihhh ueeenaaaaaaak’…” (“Orang kecil, makaaan sisaaaaa… Udahlah ngga’ apa-apa yang penting masih enaaaaaaaak’…”). Begitulah satu ucapan satir dalam adegan sinetron di mana seorang pembantu rumah tangga baru saja menerima lauk-pauk sisa dari majikannya.
“Pembokat” alias “Pembantu Rumah Tangga”, memang bukanlah keluarga kita jika dilihat dari segi pertalian darah. Tetapi jika dilihat dari segi, di mana dia berada satu rumah dengan kita, maka… Maka sebenarnya dia adalah “keluarga yang bukan keluarga”. Tetapi kenyataannya??… Masa-masa feodal masih kita terapkan. Pembokat, kita perlakukan jauh dari kata manusiawi. Misal…
Jam kerja yang tiada berbatas, diperintah kapanpun tanpa peduli dia sedang lelah atau tidak, dilarang sakit, bayaran yang tidak se-banding dengan tuntutan kerja, makian dan perlakuan seperti bukan kepada manusia seharusnya, menerima makanan sisa yang tak jarang sudah melewati tanggal kadaluwarsa, menjadi sasaran tuduh atas hilangnya barang berharga di rumah, dan… masih banyak lagi perlakukan miring kita kepada si Asisten Rumah Tangga. Walau disebut sebagai “pembantu”, tapi kenyataannya mereka bukan nya membantu, bahkan dibantupun tidak. Bahkan hal se-pele yang masih bisa kita lakukan sendiri, kita berteriak memanggilnya untuk mengerjakan itu. Dan bagi si majikan, itu sah-sah saja karena, pihak majikan menggunakan semboyan “dia kann upahan, udah gue bayar…”. Pula, kita katanya Kristen, yang notabene dikenal karena unsur “kasih” nya yang kental. Tetapi, soal “kasta” masih mendominasi sikap kita dalam menjalankan kehidupan ini.
HEI… Bukankah Kristus sudah menghapus dosa semua manusia di jagad ini, tanpa membedakan strata dan status sosial?? Mengapa kita masih memperlakukan si “keluarga yang bukan keluarga” seperti makhluk yang kedudukannya di bawah manusia. Bukan berarti lantas kita harus menyamakan perlakukan kita ke mereka seperti kepada pasangan atau anak kita. Tetapi setidaknya, bukankah dia juga adalah manusia dan ciptaan Allah sama dengan kita?! Yang bahkan semestinya juga menerima Injil Kristus?! [AH]
P1 : Apakah saya sudah mengasihi yang ada di rumah, termasuk asisten rumah tangga?? Apa penghalang sehingga saya tidak bisa memperlakukan dia sebagai manusia pada umumnya??
P2 : Apa saja ya, yang harus saya lakukan untuk lebih me-manusiakan asisten rumah tangga yang sudah mengabdi di rumah saya selama ini?? Bahkan bagaimana saya harus mengnjili ‘pembantu’ saya itu??