Pdm. Hiruniko Ruben Siregar, M.Th
Roma 8:18-30
Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18)
Seorang pelawak di kafe menceritakan lelucon dan semua penonton tertawa. Beberapa saat kemudian, ia mengulangi lelucon itu, namun kali ini hanya beberapa orang yang tertawa. Lima menit kemudian, ia mengulangi lelucon itu lagi, dan tidak ada orang yang tertawa. Lalu pelawak itu berkata, “Bila kita tidak tertawa berulang-ulang untuk lelucon yang sama, lalu mengapa Anda terus menangis untuk masalah yang sama?”
Dalam Kejadian 37-45, dikisahkan tentang kehidupan Yusuf. Dari masa mudanya, Yusuf mendapat visi Tuhan bahwa ia akan menjadi pemimpin besar. Tetapi kenyataannya Yusuf malah mengalami banyak penderitaan. Yusuf berulang-ulang mengalami masalah yang mirip. Ia mengalami masalah terus-menerus: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, lalu dijual sebagai budak ke tanah Mesir. Di Mesir, ia difitnah oleh istri Potifar dan dimasukkan ke dalam penjara. Di penjara, ia dilupakan oleh juru minuman yang sudah diberi tahu arti mimpinya. Jika kita yang berada dalam posisi Yusuf, mengalami hal tersebut, pastilah merasa berat dan mengeluh meratapi nasib yang sial.
Namun, Yusuf tidak menangis berulang-ulang meratapi nasibnya. Pada akhir kisah, Yusuf diangkat sebagai penguasa di Mesir oleh Firaun. Ia berkata, memang saudara-saudaranya mereka-rekakan yang jahat, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan (Kej. 50:20). Perkataan Yusuf merupakan manifestasi dari imannya. Yusuf memilih untuk percaya bahwa Tuhan punya rencana yang baik bagi hidupnya daripada mengeluh karena mengalami permasalahan terus menerus. Kedua hal ini sangat berbeda dan dapat menentukan sikap hidup kita. Jika kita percaya penyertaan Tuhan seperti Yusuf percaya, meskipun masalah datang silih berganti, tetapi kita tetap semangat dan berkarya karena badai pasti berlalu. Sedangkan jika kita hanya melihat masalah, tanpa percaya ada penyertaan Tuhan, maka kitapun akan segera menyerah dan tidak menerima kemuliaan.
Menurut Rasul Paulus, penderitaan zaman sekarang tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan (Rm. 8:18). Penderitaan ringan yang sekarang ini kita alami mengerjakan kemuliaan kekal yang melebihi segalanya (2 Kor. 4:17). Ini bukan berarti penderitaan menjadi syarat untuk menerima kemuliaan, tetapi tetap percaya kepada Yesus walau dalam penderitaan lah yang menjadi syarat menerima kemuliaan. Jika kita tetap bersyukur, berharap dan berkenan kepada Tuhan, sekalipun dalam lembah kekelaman, Tuhan akan angkat kita tinggi kepada kemuliaan.
Apakah saat ini Anda sedang meratapi nasib? Mintalah penghiburan Roh Kudus, agar tidak larut dalam kesedihan. Masalah justru berpotensi membuat kita lebih bijak, dewasa, dan kuat. Pada akhirnya, akan ada kemuliaan di balik masalah tersebut.
Masalah sehari cukup untuk sehari
Bahan pendalaman:
- Bagaimana seharusnya sikap kita menyikapi permasalahan yang datang silih berganti?
- Kemuliaan apakah yang dimaksud Paulus ketika kita tetap percaya Tuhan ketika dalam penderitaan?