“Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib.” (Amsal 17:9).
Seorang anak lahir setelah orangtuanya menikah selama sebelas tahun. Mereka adalah pasangan yang saling mencintai dan anak itu adalah buah hati mereka. Suatu pagi, saat anak tersebut berumur dua tahun, si ayah melihat sebotol obat yang terbuka. Karena terlambat ke kantor, ia meminta istrinya untuk menutup dan menyimpan botol itu di lemari. Sang istri, karena kesibukannya di dapur sama sekali lupa akan pesan suaminya.
Tak lama berselang, si anak melihat botol itu dan dengan riang memainkannya. Karena tertarik dengan warna obat tersebut, si anak memakannya semua. Obat tersebut adalah obat keras yang bahkan orang dewasa pun hanya boleh meminumnya dalam dosis kecil saja. Sang istri segera membawa anaknya ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Namun nyawa anak itu tidak tertolong. Sang istri diliputi kepedihan yang sangat, juga kengerian membayangkan bagaimana dia harus menghadapi suaminya.
Ketika suami datang ke rumah sakit dan melihat anaknya telah meninggal, ia menangis tersedu, namun kemudian ia menatap istrinya dan mengucapkan tiga kata, “Aku bersamamu, sayang.” Reaksi suami yang sangat tidak disangka- sangka adalah sikap yang proaktif. Anak mereka sudah meninggal, tidak bisa dihidupkan kembali. Tidak ada gunanya mencari-cari kesalahan sang istri. Lagi pula, seandainya saja ia menyempatkan untuk menutup dan menyimpan botol tersebut, hal ini tidak akan terjadi. Tidak ada gunanya saling menyalahkan. Si istri juga sangat kehilangan anak semata wayangnya. Apa yang diperlukan istri saat ini adalah penghiburan dari suami dan itulah yang diberikan suaminya. Penyesalan sering kali datang terlambat. Meski demikian, jangan sampai kita membuat penyesalan semakin parah dengan menambah sikap saling menyalahkan dan mencari kambing hitam di saat seperti itu. Orang yang menutupi pelanggaran bukan berarti menyetujui pelanggaran atau kesalahan atau mendukung hal-hal yang tidak benar, tetapi menaruh kasih di setiap waktu. Kekecewaan, kemarahan, kesalahpahaman tidak membuat seorang sahabat sejati kehilangan kasihnya, tetapi justru semakin memurnikan dan memperhalus kualitas kasihnya [DP].
Perenungan (P1) dan Penerapan (P2)
P1: Bagaimana reaksi Anda saat menghadapi kemarahan, kekecewaan atau penyesalan?
P2: Bagaimana Anda menghidupi karakter kasih dalam kehidupan sebagai pengikut Yesus?
Bacaan: Mazmur 5-8