“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku! (…He puts a smile on my face. He’s my God)(Mzm 42:6, Psl. 42:5 MSG)
Beberapa waktu lalu, sebuah perusahaan elektronik yang berbasis di Belanda sedang mengembangkan suatu jenis gelang yang akan berubah warna dan berkedip dari kuning menjadi merah ketika emosi orang pemakainya naik ke tingkat yang tidak menyehatkan. Alat ini dikembangkan kan terutama untuk pelaku perdagangan saham di bursa Eropa. Cara kerjanya adalah, saat perdagangan saham berlangsung menjadi terlalu intens dan tekanan darah pedagang naik, perangkat tersebut akan mengeluarkan peringatan, “Ambil waktu sejenak, berhenti atau coba timbang kembali semua yang terjadi.” Begitulah isi panduan yang dikeluarkan pabriknya. Harapannya, semoga akan bermanfaat bagi pemilik modal, namun belum tentu bagi para pialang saham itu sendiri yang berkepentingan untuk tidak mau menghentikan aktivitasnya, meskipun sejenak.
Pada umumnya, tekanan-tekanan dalam kehidupan saat ini sering membawa pengaruh tidak sehat pada emosi seperti rasa tertekan (depresi) atau gelisah (kecemasan). Pada beberapa kasus, orang mengalami depresi dan gangguan kecemasan yang justru timbul dari relasi dengan orang lain, misalnya : suami-istri, pasangan/pacaran, persahabatan ataupun relasi kerja. Dalam hal ini pula kerap dijumpai apa yang disebut dengan istilah ‘toxic-relationship’ yaitu hubungan antar individu yang membuat salah satu pihak atau kedua pihak kualitasnya menurun. Hubungan yang merugikan ini kadang berlangsung awet dan bertahan lama sehingga dikatakan merusak secara secara perlahan-lahan seperti racun. Yang unik, entah sadar atau tidak, pihak yang dirugikan sepertinya sulit berhenti meskipun timbul banyak tekanan dalam relasi tersebut.
Alkitab mencatat bahwa Daud pernah beberapa kali mengalami relasi yang merugikan seperti ini yakni dengan orang-orang terdekatnya: diasingkan oleh keluarganya, dimusuhi oleh ayah mertuanya, direndahkan oleh istrinya, dikhianati oleh anaknya. Namun di tengah tekanan-tekanan itu, Daud meyakini bahwa dia memiliki hubungan yang jauh lebih bernilai dan berharga, yaitu relasinya dengan Tuhan. Relasi Daud dengan Tuhan tidak pernah merugikan dirinya. Bahkan relasi itu membuat ia tersenyum di dalam tekanan [SM].
P1 : Seperti apakah hubungan anda selama ini dengan Allah ? Apakah bersama Allah anda pernah mengalami kelepasan dari tekanan-tekanan hidup ?
P2 : Apa yang perlu kita lakukan agar kita dapat terus menerus menjalin hubungan dengan Allah dan hidup dalam anugerah-Nya ?