Sinode GBI berdiri sejak tanggal 6 Oktober 1970 di kota Sukabumi, Jawa Barat, yang pada tahun 1972 telah diakui oleh Pemerintah dengan sah sebagai suatu KERKGENOOTSCHAP, yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia.

VISI

  • Menjadi seperti Kristus (Visi Kualitatif)
  • Tercapainya 10.000 jemaat GBI di seluruh dunia (Visi Kuantitatif)

MISI

  • Memberitakan kabar keelamatan kepada segala bangsa
  • Menjadikan orang percaya murid Kristus
  • Melengkapi orang percaya untuk pekerjaan pelayanan bagi pembangunan Tubuh Kristus
  • Meningkatkan persatuan dan kesatuan Tubuh Kristus

STRATEGI

S = Sinergi Potensi.
E = Erat dengan Roh Kudus.
H = Harmonisasi pelayanan & keluarga.
A = Aktivasi pemimpin muda.
T = Teknologi terpadu dan transparansi.
I = Implementasi – misi & pemuridan.

NILAI-NILAI PELAYANAN:

B = Berkobar karena kuasa roh kudus.
E = Erat dalam kasih persaudaraan.
T = Tekun melaksanakan misi Yesus.
H = Hidup positif karena beriman.
E = Ekselen dalam pelayanan.
L = Loyal dan rela berkorban.

Program Kerja ini meliputi berbagai pokok penting yang akan menjadi fokus kerja selama periode ini. Berikut penjelasannya.

SINERGI POTENSI.

Salah satu hal yang harus kita syukuri adalah bahwa GBI telah dikarunia Tuhan dengan banyak potensi. Namun potensi-potensi yang ada perlu disinergikan sedemikian rupa supaya menjadi kekuatan yang dapat memberkati gereja, kota dan bangsa. Untuk itu BPH akan mendorong terwujudnya sinergi didalam beberapa area, sebagai berikut:

  1. SINERGI antara BPH, BPD dan jemaat lokal GBI.
    • Perlu ada “Kesehatian” – sikap saling menghargai (“yang satu menganggap yang lain, lebih utama dari dirinya sendiri” seperti halnya Yesus Kristus, Dia menganggap kita lebih penting dari diriNya sendiri dan Dia rela mati bagi kepentingan keselamatan kita).
    • Kita merindukan akan terciptanya suatu suasan atau budaya yang diwarnai oleh kasih, sukacita dan damai sejahtera antara BPH, BPD, dan gereja lokal.
    • BPH dan BPD harus menyadari bahwa kita bukanlah “bos” atas gereja-gereja lokal. BPH maupun BPD bukanlah “penguasa” tetapi hamba. Prinsip ini yang harus mendasari kepemimpin di BPH dan BPD yaitu servanthood atau kehambaan. Ini berarti, BPH dan BPD perlu memberikan pelayanan yang optimal, agar gereja-gereja lokal, mengalami kemajuan dan pertumbuhan yang sehat.
    • Penting untuk kita pahami bersama bahwa Gereja Bethel Indonesia adalah persekutuan “keluarga-keluarga” yang bersifat “otonom” (mis, keluarga GBI Rock, Keluarga GBI Glow, dsb). Sebagai “keluarga-keluarga” yang otonom, BPH dan BPD tidak boleh mengintervensi urusan dalam jemaat lokal (kecuali ada pelanggaran Tata Gereja).
    • Berkaitan dengan hal diatas maka BPH maupun BPD harus bijak dalam mengelola isu sentralisasi dan desentralisasi. Setiap gereja lokal adalah “otonom” (desentralisasi) sepanjang tidak berada didalam sebuah “keluarga jemaat lokal”; akan tetapi dia menjadi “tersentralisasi” (tidak otonom) ketika berada didalam sebuah “keluarga jemaat lokal” tertentu; sebab terikat oleh kesepakatan keluarga jemaat tersebut dan kita semua ada didalam satu keluarga besar yaitu Gereja Bethel Indonesia.
    • Mengapa hal seperti ini ada di GBI? Kita harus ingat bahwa GBI tidak dilahirkan atau dimulai dari suatu sistem organisasi yang sudah jadi tetapi lebih kepada “kegerakan”, artinya: rintis dulu, mulai dulu, “nyebur” dulu, baru belajar dan diatur atau diorganisir kemudian.
  2. SINERGI antara gereja “besar” dan “kecil”.
    • Gereja-gereja lokal di GBI tidaklah sama semuanya. Ada gereja lokal yang kecil, ada yang sedang, ada yang besar dan ada juga yang besar sekali. Perbedaan seperti ini diharapkan tidak menjauhkan gereja yang satu dengan gereja yang lainnya, sebaliknya menjadi kesempatan untuk mensinergikan potensi yang ada ditiap-tiap gereja sehingga GBI menjadi sebuah gereja yang sehat, kuat dan berdampak.
    • Karena anugerah Tuhan, GBI diberkati menjadi gereja yang pertumbuhannya sangat cepat sehingga menjadi “besar”. Akan tetapi menjadi “BESAR” tidaklah ada artinya kalau “TIDAK BERDAMPAK”. GBI harus menjadi gereja yang “BERDAMPAK” bagi sesama GBI maupun denominasi yang lain.
    • Untuk itu, gereja lokal yang “besar” (300 jemaat dewasa) harus mengayomi gereja “kecil”. Memberdayakan dan memperlengkapi gereja “kecil” agar mereka bertumbuh dan berdampak.
    • Penekanan utamanya adalah pada “Pembapaan” dan “Mentoring”. Mungkin bisa dengan pertemuan-pertemuan rutin, doa bersama, sharing bahkan berbagi materi/pengajaran atau mengutus pembicara. 
    • Kita perlu menemukan sebuah “petunjuk pelaksanaan” sebagai “Pola Pembapaan di GBI”, supaya gereja-gereja yang “kecil” merasakan adanya “pembapaan” di GBI. Dimana orang tidak harus diikat menjadi cabang. Sebuah pola yang bahkan bisa saja pola “pembapaan” ini diterapkan untuk gereja denominasi lain selain GBI apabila mereka menghendakinya.
  3. SINERGI dalam PELAYANAN MASYARAKAT, dengan PEMERINTAH, LEMBAGA GEREJA Aras Nasional, dan lembaga LUAR NEGERI serta BPD/BPLN GBI.
    Kita patut bersykur karena GBI pernah menerima undangan tatap muka dengan Presiden RI Ir. Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Hal ini harus mendorong GBI untuk berperan aktif bersama pemerintah, dalam membangun bangsa. Untuk itu:
    • Kita harus bersinergi dalam pelayanan masyarakat, khususnya lewat Pendidikan umum dengan membangun sekolah dasar, menengah, dan tinggi serta Lembaga kesehatan seperti Klinik/Puskesmas Keliling hingga Rumah Sakit) dibawah koordinasi Yayasan Bethel Indonesia.
    • Departemen Teologi dan Pendidikan yang membawahi. Ada aturan yang menyatakan bahwa Lembaga Pendidikan dan Kesehatan harus berada dibawah Yayasan. Karena itu kita perlu mengaktifkan Yayasan Bethel Indonesia. Perlu diatur agar Lembaga-lembaga ini nantinya ada dibawah koordinasi Yayasan Bethel Indonesia – wadah yang otonom (Asosiasi Pendidikan Bethel, termasuk STT) dan bentuk yang terpusat; dan bukan gereja/BPD/BPH.
    • Kedepan perlu dilakukan restrukturisasi khususnya aturan yang menyatakan bahwa Ketua Sinode adalah Ketua Yayasan Bethel dan selanjutnya di daerah. Rasanya akan lebih tepat kalau Ketua Sinode (bisa dengan Sekum dan Bendum) adalah “Pembina Yayasan, sedangkan Ketua Yayasan bisa orang yang memiliki kemampuan managerial.
    • GBI kedepan akan memiliki Universitas GBI; RS GBI, dsbnya.
  4. SINERGI dalam pelayanan masyarakat.
    • Perlu dilakukan restrukturisasi dalam kepengurusan klinik dan Pendidikan didalam GBI.
    • Pendidikan dan Kesehatan sebaiknya tidak ditaruh dibawah departemen, tetapi Yayasan.
  5. SINERGI dalam PELAYANAN MASYARAKAT, dengan PEMERINTAH, LEMBAGA GEREJA aras nasional, dan lembaga LUAR NEGERI serta BPD.
    • Sinergi dalam PELAYANAN MASYARAKAT, khususnya lewat pendidikan umum (bangun SEKOLAH: dasar, menengah, tinggi) dan lembaga kesehatan (mis: KLINIK/puskesmas keliling hingga Rumah Sakit). Ini dibawah kordinasi Yayasan Bethel Indonesia – wadahi yang otonom (Asosiasi Pendidikan Bethel, termasuk STT) dan bentuk yang terpusat.
    • Karanam dengan PEMERINTAH, LEMBAGA GEREJA aras nasional, dan lembaga LUAR NEGERI. Bentuk/fungsikan ORMAS dari jemaat GBI (walaupun tidak terkait langsung dengan organisasi GBI). PEMBINAAN KELUARGA penting dilakukan, meliputi: Retreat Hamba Tuhan (pasutri), pembinaan PRIA (mis: BSK),Wanita (mis: WCB), Parenting (Mendidik Anak), Pergaulan Muda-mudi dan Kesucian Seksual – kerjasama dengan DPA.
    • Polanya bisa MENTORING kelompok kecil sehingga bisa dilakukan di semua gereja lokal. Bahan-bahan segera disiapkan/dilengkapi.
    • Bantu BPD lain yang lemah dalam organisasi, program dan keuangan.

ERAT DENGAN ROH KUDUS

  1. GBI menekankan PENGAJARAN ALKITABIAH bercirikan Pentakosta (pedoman: buku-buku Pdt. H.L. Senduk). Pembinaan teologi GBI harus kuat. Forum Teolog GBI & Seminar Teologi di STTB/Graha Bethel. Lengkapi buku Pengajaran Dasar GBI, Sikap Teologis GBI.
  2. Tekankan DOA, PUJIAN, PENYEMBAHAN di tiap GBI → bantu dengan training, termasuk tim musik. Tim BEC dorong pelatihan di tiap BPD oleh gereja lokal.

HARMONISASI PELAYANAN KELUARGA

  1. PEMBINAAN KELUARGA penting dilakukan, meliputi: Retreat Hamba Tuhan (pasutri), pembinaan PRIA (mis: BSK), Wanita (mis: WCB), Parenting (Mendidik Anak), Pergaulan Muda-mudi dan Kesucian Seksual – kerjasama dengan DPA.
  2. Polanya bisa MENTORING kelompok kecil sehingga bisa dilakukan di semua gereja lokal. Bahan-bahan segera disiapkan/dilengkapi.

AKTIVASI PEMIMPIN MUDA

  1. Dukung revival pada generasi muda dan anak, dimotori PAHAT (persekutuan anak hamba Tuhan GBI). BPH, BPD tambah anggaran (juga ke Perwil-perwil). Petunjuk: Bendahara.
  2. Munculkan ‘INFLUENCER’ positif di berbagai ranah: medsos, hukum, politik, seni, entertainment, dll. Training oleh DPA.
  3. Modul & training Manajemen Gereja simple (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan/kepemimpinan, pengawasan) agar pemimpin muda bisa dilibatkan. Pelaksana: . . .
  4. Perhatikan PENGHIDUPAN gembala sepuh : BPJS, pedoman pensiun, asuransi kematian. Pelaksana: Bendahara, Pembina Wilayah, BPD.

TEKNOLOGI TERPADU & TRANSPARANSI

  1. Teleconference untuk rapat – aplikasi Zoom.
  2. Bahan & sosialisasi BELL (Bethel Online Learning). Pelaksana: Dep. Teologi & Media.
  3. Tingkatkan sosmed (IG, FB, website, Apps), isi program Mimbar Bethel, Bethel TV. Pelaksana: Dep. Digital Media.
  4. Transparansi keuangan BPH, BPD. Value: bukan cari hidup tapi memberi hidup
  5. Bentuk Komisi Pembangunan BPD, libatkan pengusaha dukung pembangunan gereja (juga di BPD lain), STT, dll

IMPLEMENTASI & PEMURIDAN

  1. Program 1:1:1. 1 gereja buka 1 cabang dalam 1 tahun, agar visi 10.000 GBI tercapai @ min 12 jemaat baptisan di 1 lokasi. Ini program utama BPH, BPD, Perwil! Perlu pelatihan pena-naman jemaat baru dengan penekanan pemuridan dari awal.
  2. Pembinaan kepada para PENGUSAHA, di tiap BPD. Buat modul dan petunjuk pelaksanaan, juga list proyek yang perlu dibantu serta akuntabilitas keuangannya. Pelaksana: Bendahara 2 (Dana, Usaha & Marketplace) dan tim.
  3. Training Pemuridan Berjenjang dengan pola mentoring.
    • Training pengelolaan keuangan yang benar bagi semua anggota jemaat GBI.
    • Menekankan Training for Trainers (di kantor BPH atau per Regional, mis: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-NTB-NTT, Maluku, Papua).
    • Key Performance Indicator (KPI) untuk BPH & BPD.
    • ISO (u/ Manajemen Kesekretariatan dan Keuangan).
    • Policy keuangan dengan 2 account GBI yang sama-sama akan dilaporkan kepada MPL:
    • Dari persepuluhan GBI lokal yang masuk.
    • Dana Pengembangan Pelayanan GBI. Dari usaha dana, honor Ketum dll.
    • Yang full/part-timer digaji secara pantas. Yang tidak: bisa volunteer atau tetap terima PK. Biaya transport bila bertugas ditanggung.